Minggu, 13 April 2014

tiada daging yang tak retak

tercatat pertengahan pekan kemarin, tepat sehari setelah ulang tahun istri saya, berlangsung pemilu legislatif 2014. hajatan besar, meskipun bukan yang terbesar di dunia, karena belum lama ini berlangsung pemilu yang lebih besar di india. tak heran, india memang memiliki jumlah penduduk lebih banyak daripada kita.

secara nasional pemilu tahun ini melibatkan melibatkan 12 partai, teristimewa di aceh ada 15 partai. hasil quick count menegaskan survei yang selama ini menempatkan pdi-p, golkar dan gerindra secara berurutan sebagai 3 besar.

memang, hari pelaksanaan pemilu dijadikan hari libur nasional. namun tentu saja, satu hari libur yang berdiri sendiri tidak membuka kesempatan yang longgar bagi pemegang ktp non-domisili seperti saya untuk mencoblos di alamat ktp. jarak tangerang selatan tempat domisili sekarang dengan alamat ktp di kudus yang satu malam perjalanan dengan bus malam atau satu siang dengan bus siang cukup menyulitkan.

sebenarnya sekitar lebih dari lima tahun yang lalu di tahun 2006, salah seorang dosen yang mengajar dengan nada setengah bercanda menasehati kami sekelas untuk ganti ktp dengan ktp tempat domisili. kurang lebih beliau berkata seperti ini, "ganti ktp kalian, buang itu ktp kampung, ganti ktp sini. lha wong kalian tiap hari ngencingin daerah sini kok masih pake ktp kampung."

sayang sekali sampai sekarang saya belum memenuhi nasehat beliau itu dan masih setia memegang ktp kudus. well, alasan pipis di daerah sini saya pikir tidak terlalu relevan. karena toh, baik ketika saya pipis di sini ataupun di kudus, pada akhirnya akan sama-sama bermuara di laut jawa.

***
segala pilihan ada konsekuensinya. termasuk ketika saya memilih untuk masih tetap memegang ktp kudus itu. salah satunya adalah tidak mendapatkan undangan untuk memilih di tps dekat sini. cukup berliku, meskipun alhamdulillah pada akhirnya saya bisa mencoblos di tps sini.

terus terang, lagi-lagi ilmu lama tentang the fall of advertising and the rise of PR kembali saya praktikkan. saya memilih bertanya kepada teman yang saya percaya tentang calon anggota dpd yang layak dicoblos. beliau berbaik hati memberitahu, dan kemudian pada hari pencoblosan, sayapun mengikuti jawaban beliau.

ini karena memang saya sama sekali tidak tahu siapa calon anggota dpd yang layak dicoblos. untuk calon anggota legislatifnya tentu saya tidak perlu bertanya. saya pilih calon-calon anggota legislatif yang menurut saya baik.
nomor urut berapa saja?
berbeda-beda tetapi dari partai yang sama.
pks ya?
yups.
walah, partai daging. mengapa...?

mengapa tidak? saya percaya tiada daging yang tak retak. dan mungkin, kasus daging (kalo memang terbukti benar) yang rame kemarin itulah letak retaknya.

hasil quick count jelas menunjukkan masih banyak yang sependapat dengan saya. bila ternyata mereka ini memiliki alasan yang sama dengan saya, mungkin sudah saatnya para ahli bahasa mulai mempertimbangkan untuk memasukkan peribahasa ini ke dalam buku besar peribahasa indonesia.



4 komentar:

  1. ahahaha akhirnya nemu juga ya gimana jawabnya dengan jenaka dan cerdas ala pak Ali tentang partai pilihan pemilu nih...

    kemaren juga bisa nyoblos walau KTP masih atas nama kampung (en sori ya kalau kasusku mah ndak sama2 mengalir ke laut jawa nih air kencingnya ~_~a)

    dan syukurnya untuk DPRD Kab dan DPR sudah ada yang kukenal dan tahu track recordnya... jadi ndak asal milihlah ya :D

    BalasHapus
  2. alhamdulillah, ada yang idem.
    soalnya anakku pas hari-hari pemilu kemarin ngomongnya gini je,
    "coblos nomor 5"
    atau
    "win-ht, bersih, peduli, tegas."
    hahaha

    BalasHapus
  3. bukannya kita dulu sudah bersepakat.

    kalau 'tak ada gading yang tak retak' berarti 'tak ada daging yang retak'

    ???

    hehe

    Ntar kalo aku nyaleg, pilih ya meski bukan dari partainya

    BalasHapus