Minggu, 07 Desember 2014

kadang, menjadi baik itu harus dipaksa

pernah mendengar earthing?
saya baru sekitar dua pekan kemarin. bukan mendengar, membaca tepatnya. dan justru di kompas edisi cetak. karena memang meskipun era internet sudah sedemikian jamaknya, media konvensional justru malah terasa lebih nyaman. gagal move on kali ya. :D

melihat judul artikel earthing membuat otak saya berpikir akan menemukan hal-hal tentang telinga di bagian isi artikel. dugaan saya, anda yang memiliki kecerdasan kurang dari atau sama dengan saya kemungkinan juga berpikir seperti itu.

dan ternyata saya -dan juga anda yang memiliki kecerdasan kurang dari atau sama dengan saya- salah besar. earthing sama sekali tidak berhubungan dengan telinga. earthing di sini bercerita tentang pembumian. bahwa ada manfaat besar menghubungkan diri secara langsung dengan bumi misalnya dengan berjalan tanpa alas kaki di tanah. saya lupa penyebab pastinya, dan agak merepotkan bila harus mencari arsip artikelnya di tumpukan koran bekas, tapi seingat saya itu berhubungan dengan sifat kelistrikan yang dimiliki bumi. yang pernah sekolah tentu masih ingat kalau bumi mampu menetralkan listrik dari petir.

***
sayangnya, walaupun sudah tahu manfaatnya, ada saja alasan untuk tidak mempraktikkan. alasan pertama tentu keterbatasan waktu. 9,5 + 2 jam sehari di kantor dan di jalan, rasanya memang tidak menyisakan banyak waktu untuk aktivitas seperti earthing ini. keterbatasan lahan menjadi alasan kedua. cukup sulit menemukan tanah kosong yang belum diaspal, atau disemen atau dipaving.

walaupun kalau mau dicari tentu saja sebenarnya ada saja waktu dan tempat untuk melakukan earthing ini. tidak perlu jauh-jauh. di dekat rumah pun bisa. tak percaya? saya mempraktikkannya sekitar sepekan kemarin. lumayan, dalam sebagian dari sekitar 300 meter perjalanan dari masjid ke rumah. setelah sholat isya kalo ga salah. sandalnya ilang soalnya. ya sudah, sekalian earthing saja, jalan pulangnya milih lewat pinggir jalan yang tidak dibeton.