Selasa, 24 Mei 2011

pasti pas

ada kebiasaan unik dari seorang rekan kerja di dua meja sebelah. sesaat sebelum waktu pulang, hampir selalu memutar tiga buah lagu. salah satunya lagu buat apa susah-nya koes plus. pasti tau lah. itu lagu sangat terkenal.
buat apa susah,
buat apa susah,
susah itu tak ada gunanya...

apa benar susah itu tak ada gunanya?
yang pasti kalo lagu "buat apa susah" itu ada gunanya. buat pengantar perjalanan pulang kantor salah satunya.

pulang dengan sepeda motor buatan pabrik satu windu dulu kala itu. ke rumah kontrakan saya di kawasan bintaro. saya ga yakin, antara sepuluh sampai lima belas kilometer sepertinya jarak rumah dari kantor. jika macet tidak terlalu parah, empat puluh menit sudah cukup untuk sampai ke rumah. jika macet sangat parah, bisa satu jam lebih perjalanannya.

oh iya, saya lupa memberikan penjelasan lebih rinci. sepeda motor saya yang buatan pabrik satu windu dulu kala itu, sebuah honda karisma. jadi kalo selama ini ada yang merasa saya adalah orang yang berkharisma, well, itu tepat sekali. saya emang punya karisma.

selayaknya produk-produk honda, itu sebuah motor yang terhitung irit. dengan harga premium hari-hari ini yang empat ribu lima ratus rupiah itu, tercatat saya mengisi bensin sepuluh ribu setiap dua atau tiga hari. di pom bensin mana saja. lebih diutamakan yang di sisi kiri jalan. dan lebih disukai lagi yang bersertifikasi pasti pas. kalo spbu yang pasti pas ada di kanan jalan, mending spbu yang pasti tidak pas di kiri jalan saja lah.

ups, maaf. bukan spbu pasti tidak pas, tapi spbu yang tidak pasti pas. karena spbu yang tidak bersertifikasi pasti pas, bukan selalu otomatis pasti tidak pas kan?
*silakan bingung
*tersenyum nakal

aktivitas mengisi bensin ini adalah aktivitas yang sangat rutin. tidak ada istimewanya sama sekali. tapi tidak hari itu. hari itu saya senang sekali berhasil mengisi bensin. bukan karena telah bersabar dalam antrian yang panjang ato gimana. tapi karena sayalah pembeli terakhir sebelum spbu itu tutup. yups, pagar spbu-nya udah hampir penuh tertutup, tetapi bapak penjaganya baik hati. saya masih diperkenankan masuk.

alhamdulillah...senaaaang sekali berhasil mengisi bensin hari itu. bersyukur sekali. beda dengan biasanya, saat proses membeli itu berlangsung dengan normal.

kembali ke lagu di awal tulisan ini. mungkin inilah jawabannya. seperti inilah gunanya susah. agar kita mensyukuri hari-hari normal kita. jadi ternyata susah itu ada gunanya.







Rabu, 18 Mei 2011

hapeless

sekarang hari rabu, 18 mei 2011. ada berita duka, tentang meninggalnya seorang penulis keren, nurul f. huda. inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. sesungguhnya segala sesuatu adalah kepunyaan allah dan sesungguhnya kepada-Nya semua akan kembali. dan hari ini giliran beliau yang kembali kepada-Nya. entah kapan, tapi akan tiba waktunya kita juga kembali kepada-Nya. karena kita juga milik-Nya.

hari ini hari rabu, hari ini merupakan hari pertama kembali masuk kerja setelah libur panjang empat hari sejak sabtu pekan kemarin. libur panjang yang agak sedikit mendadak saya kira. yah, karena sampai dengan jumat siang kemarin, hari senin masih menjadi hari kerja biasa. beda dengan hari selasa yang memang sudah diputuskan untuk libur karena adanya peringatan hari raya waisak. baru pada jumat sore skb tiga menteri memutuskan untuk menjadikan senin sebagai hari libur.

hari cuti bersama tepatnya. artinya, libur hari senin itu mengurangi jatah cuti pegawai. jadi, dalam setahun pegawai mempunyai hak 12 hari cuti. nah, adanya cuti bersama senin kemarin itu mengurangi jatah cuti pegawai yang 12 hari itu. yang paling umum, diumumkan jauh-jauh hari, dan sepertinya berlangsung setiap tahun, adalah cuti bersama pada hari raya idul fitri dan hari raya natal. yang agak tidak umum dan sangat mendadak, ya seperti yang kemarin itu.

sebenarnya, ini bukan pertama kalinya ada cuti bersama yang diumumkan dengan sangat mendadak seperti ini. pernah terjadi kasus seperti ini juga dua atau tiga tahun yang lalu. kebetulan, pada waktu itu jatah cuti tahunan saya yang sejumlah 12 hari itu sudah habis. dalam kasus saya ini, cuti bersama itu tidak mengurangi hak cuti saya untuk tahun tersebut, karena memang tidak ada lagi. dan ternyata juga tidak mengurangi jatah cuti saya untuk tahun berikutnya.

alhamdulillah, beruntung sekali saya ketika itu. sayapun tertawa-tawa karena keuntungan itu, sementara banyak rekan saya yang mengeluh dan menyesalkan kebijakan mendadak itu.

tahun ini, saya tidak lagi tertawa-tawa. saya bergabung dengan kebanyakan rekan saya yang menyesalkan kebijakan mendadak itu. apalagi karena sejak sabtu pagi kemarin telepon seluler saya telah kehabisan batere dan chargernya tertinggal di kantor.







Jumat, 06 Mei 2011

tulisan-tulisan melelahkan

ada rencana untuk mengumpulkan tulisan-tulisan dalam blog ini dalam sebuah buku dan kemudian menjualnya. tidak, tidak, jangan salah sangka dulu. saya tidak sedang berubah menjadi seorang kapitalis dengan penerbitan tulisan-tulisan ini menjadi sebuah buku. saya masih tetap seperti yang dulu. seorang anti kapitalis. bacalah saja kumpulan tulisan tersebut dan carilah huruf kapital di sana. boleh dibilang tidak ada. ya itu tadi, karena saya masih konsisten dengan paham anti kapitalisme yang saya anut. tapi kalo ketemu satu dua huruf kapital ya harap maklum, kapitalisme emang telah demikian menggurita sehingga sulit untuk dihindari secara keseluruhan.

adalah tiga buah kursi pijat di harmoni swalayan, yang sedikit banyak telah menginspirasi untuk membukukan tulisan-tulisan yang ada di blog akarmembiru. jangan berprasangka yang bukan-bukan mendengar kata pijat di sini. biasa saja. dan memang biasa saja. tidak ada yang aneh dengan kursi pijat itu kecuali bahwa memang kursi itu berbeda dengan kursi-kursi biasa karena kemampuannya memijat.

dalam hati sebenarnya pengin punya juga sih punya kursi seperti itu. sayangnya, menurut si mbak penjaga, mahal harganya, sekitar dua puluh lima juta untuk satu kursinya. nah, kursi semahal itu ternyata tidak selalu ramai dikunjungi orang-orang lelah yang ingin pijat. hanya weekend saja lumayan rame. kasihan kan?

nah, pada titik inilah buku itu berperan. besar harapan saya, setelah membaca satu judul tulisan di buku itu, pembaca akan merasa lelah dan kemudian memanfaatkan jasa kursi pijat itu. karena ada puluhan tulisan di buku itu, pembaca akan puluhan kali kelelahan, dan akan puluhan kali memanfaatkan jasa kursi pijat itu.

kelelahan gimana sih?
ya itu tadi, baca buku itu, terus habis baca berkomentar, "cape deh..."







Senin, 02 Mei 2011

aku belanja maka aku ada

alhamdulillah, sudah hari senin lagi. hari senin dan tanggal muda. senangnya. hari ini memang tanggal muda, tanggal 2 mei tepatnya. hari pendidikan nasional. diambil dari tanggal kelahiran tokoh pendidikan indonesia, ki hajar dewantara, yang dilahirkan 2 mei 112 tahun silam. seolah tak mau kalah dengan tanggal 2 mei, tanggal 1 mei kemarin juga dirayakan dengan memperingati sesuatu. bahkan dua peringatan sekaligus. hari buruh internasional dan hari tertawa internasional.

sisi menyenangkan tanggal muda seperti ini, tentu saja gajian. setelah sebulan bekerja, di tanggal muda seperti inilah gaji dibayarkan. setelah bekerja berlelah-lelah, pergi pagi pulang sore, peras keringat banting tulang. berlebihan sih, terutama di bagian peras keringat banting tulangnya. ya iyalah, yang ada justru berdingin-dingin di ruang kerja. jangan lupa, niatkan bekerja sebagai ibadah, agar ada nilai lebih dari kepayahan kita bekerja. masih pada ingat tulisan tentang menjemput rizki yang ini kan?

omong-omong tentang kepayahan dalam bekerja, tercatat dalam satu pekan kemarin, sudah dua kali saya kehujanan ketika pulang kantor. bukan hujan deras sih, tapi cukup mengganggu juga mengingat sepatu kerja saya ikut kehujanan juga. jadi agak kurang nyaman dipakainya. memakai sandal mungkin menjadi salah satu alternatif solusi. tapi rasa-rasanya, memakai sepatu boot akan menjadi alternatif yang lebih solutif.

yups, itu tren belakangan ini. sudah cukup banyak yang mempraktekkannya. lebih nyaman dan aman. beda dengan sandal yang agak minus di sisi keamanannya. harganya? kurang tau juga. saya belum beli. tapi yang pasti tidak akan semahal sepatu-sepatu boot mewah yang beberapa waktu kemarin sempat muncul di berita. weleh-weleh, sampe 90 jutaan hanya untuk sepasang sepatu boot.

angka yang fantastis untuk ukuran saya. tapi mungkin biasa saja untuk ukuran orang-orang itu. karena memang standar tiap orang beda. sama dengan harga tiket konser justin bieber yang fantastis untuk ukuran saya, tapi mungkin biasa saja untuk ukuran orang-orang yang membelinya. atau mungkin nilai pembangunan gedung dpr yang fantastis untuk ukuran saya, tapi mungkin biasa saja untuk ukuran orang-orang yang duduk sebagai anggotanya.

di sini titik tujunya. adanya perbedaan tentang apa yang dianggap biasa antara saya dengan orang-orang itu. celakanya, saya terlalu sering memandang orang-orang dengan standar lebih tinggi. sehingga saya terbiasa menyalahkan mereka. menyalahkan pandangan hidup mereka yang menemukan eksistensi dengan belanja. menyalahkan kebiasaan belanja bermewah-mewah mereka yang berakibat bertambahnya mall-mall di jakarta. menyalahkan kebiasaan belanja mereka yang berakibat dibangunnya gandaria city yang memacetkan jalan pulang saya dari kantor. mempertanyakan letak empati mereka pada manusia-manusia lain yang serba kekurangan, yang diwakili orang-orang yang biasa muncul di "andai aku menjadi." bahkan sampai saya mempersalahkan pilihan kartu ponsel mereka yang bukannya memakai empati tapi malah lebih memilih indosat atau xl yang berakibat kurangnya empati mereka pada orang-orang lain.

saya rasa di titik ini saya perlu berhenti sejenak, merenung dan mulai menyadarkan diri tentang adanya orang-orang dengan standar yang lebih rendah dari saya. kemudian dari situ mulai melakukan tuntutan-tuntutan yang biasa saya tuntutkan kepada orang-orang yang punya standar lebih tinggi dari saya. berempati. berempati lebih ekonomis daripada menyumbang. walaupun menyumbang lebih baik. maksud saya begini, bila kita mampu beli makan malam seharga seratus ribu, belilah yang seharga sepuluh ribu. sisa sembilan puluh ribunya disumbangkan ke orang-orang tidak mampu. itu bagus, tapi untuk tahap awal, cukuplah nasihatnya seperti ini. bila mampu beli makan malam seharga seratus ribu, belilah yang seharga sepuluh ribu. sebagai bentuk empati untuk orang-orang yang tidak mampu membeli makan malam seharga seratus ribu itu.


dan saya rasa, tidak hanya dalam urusan belanja ini saja kita perlu berempati. dalam banyak hal lain pun perlu kita berempati. misalnya berempati terhadap teman yang belum nikah dengan cara tidak mengajukan pertanyaan bodoh di depannya. (to anas: piss ^___^ \  /)