Minggu, 04 Desember 2016

1000 tahu bulat

saya menuliskan ini dengan ditemani segelas kopi. segelas kopi yang hitam seperti malam, panas seperti musim, dan manis seperti jari yang biasa saya gunakan untuk absen di mesin finger print di kantor yang dulu. saya sudah pindah kantor, dan mesin absen di kantor yang baru menggunakan pendeteksi wajah. tapi tentu tidak sopan bila mengatakan bahwa kopi yang menemani saya malam ini adalah kopi yang hitam seperti malam, panas seperti musim, dan manis seperti muka yang saya gunakan untuk absen di mesin absen.

sekarang 4 desember 2016. ini waktu yang indah untuk para pecinta bola. terutama bila ia orang indonesia dan fans chelsea. indonesia baru saja menang tipis 2-1 atas vietnam di semifinal i piala aff 2016 dan chelsea baru saja menang 3-1 atas manchester city di premier league. selain itu, tanggal ini juga bersejarah buat saya mengingat enam tahun lalu, pada tanggal inilah saya melangsungkan pernikahan. saya ucapkan selamat untuk diri saya sendiri dan istri.

***
jumat kemarin, 2 desember 2016 memberikan makna baru bagi angka 212. bila selama ini angka 212 identik dengan pendekar (maaf) agak sableng bersenjata kapak dengan monyet kesayangannya, maka tahun ini angka 212 identik dengan aksi super damai jutaan umat islam di kawasan monas.
eh, tunggu dulu, sejak kapan pendekar 212 memelihara monyet?
oh iya maaf, salah sinetron saya.
ternyata yang memelihara monyet itu si buta dari gua hantu, bukan wiro sableng. kliwon nama monyetnya.

baiklah, kembali ke aksi super damai 212 monas. bila hari itu kita tiba di bundaran hi sekitar pukul 10.30 wib, maka kita perlu berjalan kaki untuk menuju monas. mengingat jalan thamrin arah ke monas sudah ditutup bagi kendaraan. tak perlu khawatir, karena banyak temannya. rombongan orang-orang berbaju putih yang berjalan menuju monas untuk shalat jumat. suasananya mirip sekali dengan rombongan jamaah haji yang berjalan kaki di sepanjang jalanan menuju masjid al haram mekah untuk shalat lima waktu. ramai, jauh, damai, bersemangat dan banyak makanan dibagikan.

walaupun memang tentu ada perbedaan di sana sini. di mekah, umumnya jalan kaki ini dilakukan dalam cuaca yang panas. tidak seperti di jakarta kemarin. mengenai panasnya cuaca di mekah, tentu kita semua juga maklum. bahkan menurut analisis saya (yang kebenarannya belum teruji secara ilmiah), cuaca panas di mekah inilah yang menyerap kadar air dari upil yang masih ada di dalam hidung. sehingga ketika ngupil, upil-upil keringlah yang akan nyangkut di jari kita.

beda dengan upil yang akan kita dapatkan ketika ngupil di aksi super damai kemarin. apalagi bila ngupilnya ketika khutbah sedang berlangsung. dijamin basah kuyup upilnya. mengingat hujan dengan intensitas deras sampai sedang, mengiringi pelaksanaan shalat jumat sejak sebelum adzan pertama sampai salam kedua. hujan yang tidak sedikit pun menggoyahkan tekad para jamaah untuk tetap khusyuk di tempat duduknya. tekad para jamaah untuk tetap duduk dalam kondisi hujan tersebut sudah bulat, lebih bulat dari tahu bulat.

***
padahal kita tahu, dengan kondisi kehujanan seperti itu para jamaah tentu menghadapi risiko untuk masuk angin. karena walaupun para jamaah ini adalah orang-orang pintar (berakal), tentu tidak semuanya minum tolak angin. dan bila masuk angin ini benar terjadi, dan kemudian kita terapkan asas bahwa angin yang masuk = angin yang keluar, maka ada risiko lain yang harus dihadapi oleh para jamaah yang benar-benar masuk angin, yaitu risiko untuk keluar angin. dalam kondisi jauh dari tempat wudhu, risiko untuk keluar angin ini tentu patut menjadi pertimbangan tersendiri. mengingat sekali keluar angin sudah cukup untuk membatalkan berapa pun jumlah wudhu yang dimiliki.

perbedaan yang lain, tentu dari pesertanya itu sendiri. bila jalan kaki menuju monas kemarin diikuti oleh orang-orang indonesia yang sama-sama berbahasa indonesia, maka jalan kaki untuk shalat lima waktu di masjid al haram dilakukan oleh para jamaah dari berbagai suku bangsa dengan bahasa yang juga beraneka ragam. bila langsung mendengarnya, kita akan begitu takjub dengan bahasa-bahasa yang sangat asing tersebut. lebih takjub lagi dengan fakta bahwa mereka semua beragama islam. dengan cara dan bahasa apa dulunya para da'i mendakwahkan islam kepada mereka.

***
sebagai penutup, saya akan berikan sebuah soal cerita yang jawabannya akan menjadi kesimpulan dari tulisan ini:
kita mengetahui bahwa satu buah tahu bulat dijual seharga 500 rupiah dan kita juga mengetahui ada tuduhan bahwa para peserta aksi damai terdahulu (aksi 4 november) dibayar 500 rb rupiah per orang. untuk menghormati tuduhan ini, baiklah, kita anggap saja tuduhan ini benar. jika kemudian kita asumsikan para peserta membelanjakan 500 rb rupiah tersebut untuk membeli tahu bulat, maka berapakah jumlah tahu bulat yang bisa dibeli oleh setiap peserta aksi damai tersebut?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar